Friday, August 10, 2007

Wajah Ekspor Impor Mandiri

Seperti kita ketahui kegiatan ekspor-impor merupakan salah satu penghasil fee based income (FBI). Mungkin sebagian besar kita bertanya berapa total per tahun FBI yang dihasilkan transaksi ekspor-impor di Bank Mandiri. Jawabannya cukup singkat yaitu konstan diantara Rp 300 miliaran. Coba kita bandingkan dengan FBI yang diberikan treasury Group tahun 2006 sebesar Rp 530 miliar ataupun dari Mass Banking Group yang sebesar Rp 1 triliun! tentu jauh rupanya. Padahal apabila kita kembali melihat pada saat awal merger 4 bank legacy yang jagonya ekspor-impor, kegiatan ekspor-impor kita diprediksi menguasai pangsa pasar Indonesia hingga 50% namun kenyataannya saat ini rata-rata hanya 25% saja. Menjadi Pertanyaan utama adalah ada apakah dengan wajah transaksi ekspor-impor Bank Mandiri?

Untuk menjawab pertanyaan diatas maka langkah awal kita perlu memetakan komponen-komponen yang menyertai kegiatan ekspor impor ini di Bank Mandiri. Paling tidak saat ini ada 3 (tiga) komponen utama yang berkaitan erat dan mempunyai fungsi masing-masing. Ketiganya adalah Bills Processing Center sebagai fungsi processing, Relationship Manager untuk fungsi sales serta Department Trade Service & Finance yang berfungsi sebagai pengembangan produk. Setelah memetakan fungsinya kemudian kita akan mengupas satu persatu komponen yang disebutkan di atas yang secara kebetulan saat ini berserakan struktur organisasinya di berbagai direktorat.

Pertama, Bill Processing Center (BPC), sebenarnya pembentukan BPC secara desentralisasi di beberapa kota pada awal merger merupakan satu terobosan besar Bank Mandiri. Terobosan yang ada adalah melakukan standarisasi pelayanan dan pemrosesan transaksi ekspor-impor sehingga dihasilkan produk dokumen ekspor impor yang berkualitas. Kita patut bangga terobosan ini banyak ditiru oleh perbankan nasional. Namun sayang terobosan ini tidak diikuti dengan pengembangan lebih lanjut. Justru dalam perjalanannya, struktur organisasi BPC diserahkan pada Kantor Wilayah yang saat ini core businessnya adalah retail banking. Hal ini tentunya kurang sejalan dengan BPC yang sebagian besar melayani nasabah Commercial dan Corporate Banking.

Kedua, Relationship Manager (RM) di Commercial dan Corporate Banking, yang mempunyai peran sebagai pemegang kewenangan atas nasabah. RM-lah yang memberikan fasilitas trade line untuk ekspor dan fasilitas non cash loan untuk pembukaan L/C impor. Saat ini, hanya saja fungsi RM lebih ke arah memelihara rekening yang ada sedangkan fungsi Sales-nya (menjual) atas transaksi ekspor-impor kurang begitu berjalan. Hal ini mungkin disebabkan banyaknya pekerjaan administratif kredit ataupun masih lemahnya produk knowledge. Sehingga bisa dipastikan apabila suatu produk yang tidak dijual maka produk tersebut kurang laku di pasar.

Terakhir, Departemen Trade Service & Finance (TFS), yang berfungsi sebagai komponen yang bertanggung jawab atas pengembangan produk dan proses transaksi ekspor-impor di Bank Mandiri. Sebenarnya depatemen ini telah berinisiatif untuk mengembangkan bisnis baru ekspor impor Bank Mandiri dengan bekerja sama dengan konsultan kelas dunia AT Kearney namun sayang dalam implementasinya menemui berbagai hambatan. Saat ini departemen TFS merupakan bagian dari Grup wholesale Product Management sehingga kurang mempunyai kewenangan dan kurang lincah untuk melakukan terobosan pengembangan transaksi ekspor-impor.

Dari paparan singkat di atas, dapat memberikan gambaran singkat bahwa komponen-komponen utama transaksi ekspor impor Bank mempunyai kelemahan struktural sehingga dengan kondisi demikian, sulit rasanya untuk dicapai namanya value creation. Dan sulit pula di capai sebuah koordinasi yang baik apabila ketiga fungsi yaitu processing, fungsi sales dan pengembangan produk masing-masing berada pada struktur organisasi yang berlainan di berbagai direktorat.

Dari dua kesimpulan di atas, sebenarnya kita dapat melakukan breakthrough atas transaksi ekspor impor Bank Mandiri. Salah satu strategi populer yang biasanya ditawarkan konsultan Dunia adalah Benchmarking, yaitu kita dapat mempelajari langkah strategis yang sudah diterapkan bank-bank kelas dunia seperti HSBC, Citibank atau Deutch Bank. Untuk transaksi ekspor-impornya ketiga bank kelas wahid ini telah mengelola secara profesional dan mereka telah menggabungkan seluruh komponen transaksi ekspor-impor dalam sebuah grup atau divisi yang biasanya disebut Global Trade Division.

Akhir kata, Nothing is impossible. Kita tentunya tidak mustahil untuk bisa menampilkan sebuah wajah ekspor impor Bank Mandiri yang jauh lebih cantik dan utuh dengan mewujudkan Global Trade Group/Division. Kita semua berharap agar dengan rancangan grup ini maka target fee based dari transaksi ekspor impor ini bisa jauh lebih besar sehingga mampu memberikan kontribusi terbesar bagi Bank tercinta ini dan menjadikannya Bank kita sebagai Multi Dominant Specialist. Amin!

Penulis:
Dede Parasade
Wholesale Product Management Group

No comments: