Wednesday, March 30, 2005

Dilematis Askes Pensiunan

Cukup menarik perhatian ketika penulis membaca Kopi Panas terbitan Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM). Kopi panas ini mengangkat berbagai isu dan topik kepegawaian yang berkembang di internal Bank Mandiri. Salah satunya adalah topik mengenai tunjangan atau asuransi kesehatan (Askes) bagi pensiunan. Pada topik tersebut diinformasikan bahwa askes bagi para pensiunannya Bank Mandiri ternyata telah ditiadakan dalam struktur gaji kita. Padahal di ex legacy askes tersebut pernah ada dan masih bisa dinikmati oleh para pensiunan ex legacy.

Berdasarkan informasi Yayasan Dana Pensiun Ex Legacy, askes pensiunan dibentuk dari komponen Tunjangan Hari Tua (THT) dengan bagian sebesar 30%. Atas informasi tersebut kemudian penulis membandingkan antara slip gaji legacy dan Bank Mandiri dan hasilnya memang terdapat perbedaan yang signifikan pada THT. Potongan THT pada gaji ex legacy adalah sebesar 4% sedangkan proporsi pada gaji Bank Mandiri potongan THT-nya hanya sebesar 2% saja.

Ketiadaan askes pensiunan di Bank Mandiri memunculkan kekuatiran tersendiri ketika kita sadari bahwa masa pensiun merupakan masa menurunnya daya tahan tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Pada kondisi ini, tak pelak lagi kebutuhan kesehatan akan meningkat drastis. Biaya pengobatan tentunya akan melonjak mengingat seringnya aktifitas kunjungan ke dokter dan menebus obat di apotik. Dan tak jarang pula kita membutuhkan biaya rawat inap rumah sakit yang besar. kenaikan biaya kesehatan ini menjadi masalah pelik ketika harus dihadapkan pada menurunnya pendapatan seorang pensiunan yang mana hanya menerima sebesar 30% dari total pendapatan ketika masih bertugas.

Dibalik kebijakan penghapusan askes, cukup dimaklumi apabila pihak Manajemen mengambil kebijakan tersebut mengingat pada awal berdiri Bank Mandiri mengalami berbagai kekurangan dan kesulitan. Penghentian askes pensiunan ini sebagai akibat besarnya claim reimbursement yang ada pada saat itu sehingga mengakibatkan defisit dana kesehatan dari semua yayasan pensiunan semua legacy. Dan akhirnya pihak Bank Mandiri harus menutup semua defisit dalam jumlah yang cukup besar.

Atas dilema yang terjadi tentunya perlu dipikirkan suatu alternatif pemecahan masalah yang menguntungkan kedua belah pihak baik dari karyawan maupun bagi pihak top manajemen. Alternatif solusi yang dapat diketengahkan pada kesempatan ini dalam bentuk kebijakan manajemen untuk kembali mengadakan askes bagi pensiunan. Asuransi ini dibentuk dari potongan gaji karyawan sebesar 5% dan ditawarkan dalam bentuk pilihan atau opsi kepada seluruh karyawan. Sehingga askes ini bersifat swadana atau atas kemampuan sendiri dari para karyawan.

Selain sumber swadana karyawan, alangkah lebih baik apabila penyisihan atas dana askes ini dapat ditambahkan dari penyisihan (misalnya) 20% dari porsi kesejahteraan karyawan di dalam laba bersih bank ( sebesar 7,5%). Penyisihan laba ini tentunya dibutuhkan kebijakan dari pihak manajemen dan hal ini merupakan bentuk tanggung jawab moral atas manajemen terhadap masa depan seluruh karyawan.

Setelah Bank Mandiri menyisihkan dana askes pensiunan, tentunya kita membutuhkan lembaga pengelola askes yang profesional. Mudah bagi kita memilih lembaga tersebut, sebut saja PT Askes yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ataupun pengelolaan dana askes pensiunan ini diserahkan pada anak perusahaan Bank Mandiri seperti PT Axa Mandiri yang telah bergerak pada asuransi jiwa.

Peribahasa “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang gaya punggung. Bersakit-sakit dahulu, bertenang-tenang karena kita tanggung” sepertinya begitu cocok bagi kita yang pasti akan menghadapi masa pensiun. Oleh karena itu, kita semua wajib menyiapkan sejak dini masa pensiun kita masing-masing dengan baik dan sudah selayaknya kita bersedia untuk menyisihkan pendapatan guna menyongsong masa pensiun. Proses penyisihan dana untuk askes pensiun ini jauh lebih baik apabila dilakukan secara sistematis dan memperoleh dukungan penuh pula dari pihak Manajemen Bank Mandiri.


Penulis:
Dede Parasade
CBC Plaza Mandiri