Monday, December 13, 2004

Mampukah BPC Dijual?

Mampukah BPC dijual? Sebuah pertanyaan penasaran penulis atas eksistensinya di Bank Mandiri. BPC atau singkatan dari Bill Processing Center mulai dikenal oleh kita semua sebagai pusat pengelolaan dokumen ekspor-impor dari Bank Mandiri. Tak jarang para frontliners dicabang-cabang sering menyebut kata BPC ketika para nasabahnya mulai menanyakan mengenai kegiatan pelayanan ekspor-impor. “Silahkan Bapak atau Ibu hubungi BPC di nomor telepon sekian-sekian” sebuah kalimat anjuran yang kelihatannya menyelesaikan masalah pada saat itu.

Namun demikian, ketika kita menelaah lagi kalimat tersebut diatas maka mempunyai arti “menyelesaikan masalah dengan masalah”. Kalimat itu menimbulkan beberapa masalah. Masalah pertama adalah muncul kesan pertama di dalam benak nasabah bahwa cabang ini tidak mempunyai pelayanan ekspor-impor. Masalah kedua adalah kesalahan persepsi dengan mengumumkan kepada nasabah bahwa BPC adalah lembaga konsultasi dan outlet jasa ekspor-impor Bank Mandiri. Dan masalah ketiga yang tak kalah penting di sini adalah menunjukkan lemahnya product knowledge atas jasa ekspor-impor serta ketiadaannya pakar ekspor impor di cabang-cabang setelah kita merger.

BPC dibentuk di bank kita berdasarkan trend bank-bank top dunia seperti HSBC, BONY atau Citibank yang melakukan sentralisasi atas transaksi ekspor-impor. Karena BPC didisain dari awal sebagai pabrik untuk mengolah dan memproses dokumen maka BPC memiliki konsep dasar dimana harus bekerja secara efisien (cost efficiency) serta menghasilkan satu produk akhir yang berkualitas tinggi. BPC-pun dipacu terus menerus untuk mencapai target dimana waktu atas pemrosesan dokumen dilakukan secara cepat sehingga bisa diperoleh satu tingkat hasil yaitu satu hari pemrosesan (one day service).

Dari disain awal, menunjukkan secara jelas bahwa BPC bukanlah lembaga konsultasi akan tetapi BPC adalah murni pabrik. Supaya lebih jelas, kita analogikan dengan penjualan produk sepatu. Apabila seorang konsumen membutuhkan sepatu maka konsumen tersebut tidak perlu mendatangi langsung pabrik sepatunya untuk membeli. Namun konsumen cukup mendatangi outlet atau toko yang menyediakan produk sepatu tersebut. Jadi secara ideal, apabila calon nasabah menginginkan jasa ekspor-impor dari Bank mandiri maka nasabah tersebut cukup mendatangi cabang-cabang Bank Mandiri dan bukan datang ke BPC.

Dan ketika kita mengamati kondisi BPC saat ini maka dapat disimpulkan bahwa BPC ini berada pada tahap Product Concept. Menurut Phillip Kotler (pakar pemasaran), tahap product concept adalah kondisi dimana sebuah perusahaan berhasil membuat produk yang berkualitas namun masih bingung memasarkannya. Tentunya ini menjadi tantangan bukan hanya BPC tapi bagi semua pihak di Bank Mandiri untuk mendorong BPC mencapai tahap mulai dijual (selling concept) atau bahkan langsung menuju pada tahap memasarkan (marketing concept).

Agar BPC mencapai tahap selling concept maka dibutuhkan beberapa langkah taktis yang tidak sulit untuk dilakukan. Pertama, membentuk seorang officer yang bertindak sebagai Trade Services Sales Officer (TSSO) di dalam struktur organisasi cabang. Officer ini cukup ditempatkan di cabang-cabang yang memiliki potensi besar transaksi ekspor-impor. Officer ini adalah pakar atau konsultan ekspor-impor yang dan bertugas pula memasarkan jasa hasil “pabrikan BPC”.

Langkah kedua, memasukkan fee based income dari transaksi ekspor-impor ke dalam Key performances Index (KPI) cabang. Dan yang terakhir, mulai menyediakan fee sharing yang jelas atas fee based tersebut misalnya 50%-50% antara cabang dan bisnis unit lain seperti Commercial Business Center (CBC) atau Corporate Banking. Langkah kedua dan ketiga ini merupakan upaya menstimulasi keikutsertaan cabang dalam pengembangan pasar dari BPC.

Apabila kita mercermati harapan Dirut kita, Bapak ECW. Neloe yang menargetkan peningkatan fee based income dari transaksi ekspor-impor maka langkah menjual jasa hasil pabrikan BPC merupakan langkah tepat yang perlu segera diimplementasikan. Dan rasanya eksistensi BPC-pun rasanya makin dibutuhkan sebagai alat tempur guna di dalam peta persaingan perbankan nasional maupun regional.


Penulis:
Dede Parasade
TSAO – Hub Jakarta Plaza Mandiri

Thursday, October 21, 2004

Memimpin Dengan Hati

Pada pemilu lalu kita sebagai bangsa Indonesia telah memilih seorang SBY sebagai pemimpinnya. Kerry atau Bush yang akan dipilih bangsa Amerika? Saat ini menjadi isu penting dunia. Kepemimpinan (leadership) akan selalu menjadi topik hangat baik di masyarakat ataupun di dalam sebuah organisasi. Kenapa selalu hangat untuk dibicarakan? Karena jelas pemimpin akan menentukan arah keberhasilan dari sebuah organisasi.

Motivasi penulis untuk belajar akan leadership ini tidak lepas dari berbagai gaya leadership beberapa atasan penulis selama bekerja di Bank kita tercinta ini. Selalu terdapat perbedaan mencolok setiap terjadi pergantian pimpinan khususnya dalam gayanya mereka memimpin unit bisnis. Atas perbedaan itulah, penulis berupaya mencari sebuah model terbaik yang bisa diterapkan kita dalam berorganisasi khususnya di dalam Bank Mandiri guna mengantisipasi perkembangan pasar.

Di perpustakaan Bank Mandiri penulis bersyukur menemukan literatur majalah Harvard Business Review edisi Januari 2004 yang didalamnya berisi berbagai kumpulan artikel terbaik tentang Leadership yang pernah dimuat majalah tersebut. Dan yang menjadi perhatian adalah artikel tahun 1998 yang berjudul “What Makes a Leader” yang ditulis oleh Daniel Goleman, seorang pakar perilaku organisasi New Jersey,USA.

Artikel tersebut menyebutkan bahwa di dalam sebuah leadership memang dibutuhkan Kecerdasan otak (IQ) dan penguasaan keahlian bidang (technical skill). Namun saat ini yang menjadi qualifikasi utama dalam leadership adalah justru kecerdasan emosional (Emotional intelligent) atau lebih populer dengan istilah EQ. Kecerdasan emosional ini dijelaskan secara gamblang oleh unsur-unsur yang berhubungan erat dengan hati nurani. Unsur-unsur tersebut adalah mawas diri, menahan diri dan tenggang rasa. Mari kita ulas satu persatu.

Unsur pertama adalah mawas diri (Self Awareness), yaitu kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri. Hal ini juga berarti mengerti akan perasaan hati sendiri, kelebihan dan kelemahan pribadi, ambisi serta keinginan diri. Sebagai pemimpin, maka dia harus menahami bahwa suasana atau perasaan hatinya akan mempengaruhi bawahan dan prestasi kerjanya. Dan komponen mawas diri dapat dikenali dari ciri-cirinya yaitu percaya diri, jujur dan realistis.

Unsur kedua adalah menahan diri (self regulation), yang menunjukkan kemampuan mengontrol dirinya untuk tidak melakukan tindakan yang gegabah, terburu-buru atau dadakan (impulsif). Dia akan selalu hati-hati mengedepankan pertimbangan sebelum bertindak. Unsur kedua ini sangat dibutuhkan pemimpin untuk menciptakan kepercayaan dan keadilan serta untuk selalu siap menghadapi perubahan dalam persaingan sengit usaha dan munculnya ambiguitas.

Terakhir adalah tenggang rasa (Empathy). Unsur ini merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti lebih dalam dari perasaan orang lain atau bawahan. Tenggang rasa berarti pula keahlian memperlakukan orang lain termasuk di dalamnya reaksi perasaan mereka. Saat ini tenggang rasa dibutuhkan pemimpin mengingat tiga aspek krusial yaitu kebutuhan mendasar akan sebuah tim kerja dimana seorang pemimpin harus sadar dan mengerti akan perhatian masing-masing bawahannya. Kedua, menghadapi era globalisasi dalam hal memperlakukan karyawan dan konsumen manca negara. Dan terakhir, kepentingan untuk menahan kepindahan karyawan potensial.

Pertanyaan selanjutnya, dapatkah kecerdasan emosional ini dipelajari? Menurut Steven Gutstein, psikolog sekaligus ahli Autis dari Houston (USA) menyebutkan bahwa kecerdasan emosional ini digunakan sebagai alat terapi bagi penderita autis. Jadi, apabila penderita autis dapat mempelajarinya maka setiap orangpun mampu melakukannya.

Dan kecerdasan emosional ini mempunyai keunikan tersendiri yaitu tidak dapat dipelajari hanya melalui seminar ataupun training satu-dua minggu saja. Hal ini karena kecerdasan emosional berada di neurotransmitter dari sistem Limbic otak kita. Latihan terbaik untuk Sistem Limbic diberikan melalui latihan yang kontinyu dalam waktu lama. Selain itu membutuhkan pula motivasi diri yang tinggi dan adanya umpan balik. Guna bahan umpan balik, dibutuhkan keberanian untuk membuka diri atas kritikan dari teman sejawat atau bahkan bawahan.

Akhir kata, Memang tidak mudah untuk mencetak seorang pemimpin yang ideal dan dibutuhkan pula proses waktu yang panjang serta komitmen tinggi untuk kita bisa mempelajari sebuah kecerdasan emosional. Namun demikian, memimpin dengan hati dalam kecerdasan emosional tinggi mempunyai manfaat ganda apabila kita mampu menerapkannya yaitu bagi diri pribadi maupun bagi Bank Mandiri tempat kita bekerja selama ini.

Penulis:
Dede Parasade
TSAO Hub Plaza Mandiri

Wednesday, September 22, 2004

Mandiri Bizkul

Bahagia sekali rasanya hati ini ternyata Bank Mandiri tempat penulis bekerja dewasa ini memberikan perhatian besar terhadap pendidikan dan pengembangan bagi para pegawainya. Impian penulis dalam dua tulisan terdahulu di Buletin Mandiri yaitu The Lost Generation dan Wajib Belajar ternyata terwujud dengan telah terimplementasikan dalam Surat Edaran Training Group No.009/PSL/CHC.TRN/2004. Bravo Training Group!

Namun demikian, menurut hemat penulis Surat Edaran tersebut diatas masih membutuhkan penyempurnaan. Usulan penyempurnaan atas SE itu diangkat dalam judul tulisan yaitu Mandiri Bizkul atau singkatan dari Mandiri Business School. Mandiri Bizkul ini merupakan proses penyempurnaan di dalam pelaksanaan program pendidikan pasca sarjana (S2) khususnya program magister manajemen. Pada konsep usulan bizkul ini lebih menekankan pada tiga faktor yaitu peserta pendidikan, pilihan universitas sebagai tempat proses belajar dan program beasiswa 50% dengan tetap melandaskan pada prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran biaya pendidikan Bank Mandiri.

Faktor pertama yang seperti kita ketahui, peserta dari program pendidikan pasca sarjana mandiri saat ini adalah kelompok 30% officer penilaian terbaik. Kondisi tersebut cukup menyentuh rasa keadilan bagi pegawai yang tidak termasuk kelompok itu. Sehubungan hal tersebut, dapat diperkenalkan satu konsep bahwa pendidikan pasca sarjana adalah hak bagi seluruh pegawai Bank Mandiri. Sama halnya dengan hak untuk pelatihan dan pendidikan yang ada di Bank Mandiri. Sehingga kesempatan dapat diberikan bagi pegawai pengalaman 5 tahun kerja dan penilaian kinerja baik selama 2 tahun terakhir.

Training Group tidak perlu pula repot-repot mengadakan seleksi masuk karena sudah ada standarisasi seleksi masuk program pasca sarjana di Indonesia. Ada dua parameter dalam proses seleksi yaitu Test Potensi Akademik (TPA) yang diadakan OTTO Bappenas dan test bahasa Inggris (TOEFL) yang diselenggarakan lembaga kursus bahasa Inggris. Training Group tinggal menentukan standar lolos seleksi misalnya peserta harus menyerahkan sertifikat kedua test diatas dengan total nilai lebih dari 1000.

Faktor kedua adalah sekolah bisnisnya atau universitas penyelenggara program pasca sarjana. Saat ini masih bersifat Jakarta sentris seperti MMUI ataupun MMUGM Kelas jauh Jakarta. Kondisi ini memaksa Training Group harus menarik pegawai peserta program untuk tinggal di Jakarta dan hanya konsentrasi belajar.

Aturan diatas tentunya dapat pula disempurnakan dengan cara memanfaatkan kelas eksekutif yang banyak ditawarkan Universitas Negeri di berbagai daerah. Arti kelas eksekutif adalah proses belajar dari program pasca sarjana dilakukan setelah jam kantor. Ada tiga keuntungan yang bisa diperoleh yaitu peserta program tidak perlu repot-repot ke Jakarta. Kedua, program pasca sarjana ini juga dinikmati oleh para officer yang bekerja di cabang-cabang di seluruh Indonesia. Dan ketiga bagi Bank Mandiri sendiri yaitu officer peserta program masih bisa tetap bekerja pada unit kerja masing-masing.

Terakhir, Training Group perlu pula kiranya mempertimbangkan program beasiswa 50% menggantikan sistem reimbursement pada program swadana. Pada Program ini, Bank Mandiri lebih bersifat proaktif mengantisipasi peran aktif dari pegawai dalam segi pembiayaan kuliah. Program beasiswa separuh ini mempunyai keunggulan yaitu pertimbangan efisiensi biaya yang harus dikeluarkan Bank Mandiri dan sisi efektifitas bagi pegawai peserta program yang masih mempunyai semangat belajar yang tinggi.

Demikianlah penjelasan singkat dari konsep Mandiri Bizkul dengan target utama mampu menghasilkan seluruh officer Bank Mandiri di seluruh Indonesia bergelar Magister Manajemen (MM). Dan diharapkan konsep Mandiri Bizkul ini menjadi pondasi kokoh guna mewujudkan cita-cita Manajemen sebagaimana Bank Mandiri sebagai Dominant Bank di Indonesia dan Regional Champions Bank di Asia Tenggara. Semoga.

Penulis:
Dede Parasade
Alumnus MMUI
Hub Jakarta Plaza Mandiri

Friday, July 23, 2004

To be Creative People

TO BE CREATIVE PEOPLE

Membaca sebuah buku yang ditulis oleh John Putzier dengan judul Get Weird, membuat penulis tak kuasa menahan untuk membahas temanya dan menulisnya dalam artikel ini. Buku ini cukup menarik yang mengangkat tema tentang bagaimana seseorang itu harus kreatif dalam bekerja dan begitu pula lingkungan kerjanya. Diharapkan dengan membangun daya kreatifitas maka akan memberikan kontribusi yang besar bagi dirinya dan juga perusahaan.

Ternyata cukup besar hambatan kita untuk menjadi orang yang kreatif, hal ini karena hambatan itu justru ada di sekeliling kita. Disebutkan bahwa ada tiga hal yang yang bisa menghambat daya kreatifitas kita selama ini. Tiga hal tersebut adalah kebiasaan hidup, Judgmentalis dan terakhir yaitu resistance to change. Untuk pemahaman lebih lanjut , kita akan mengulasnya satu per satu ketiga faktor tersebut dibawah ini.

Pertama, kebiasaan hidup kita sehari-hari atau rutinitas ternyata akan sangat menghambat berkembangnya daya kreatifitas kita. Bangun tidur ku terus mandi, tak lupa pula sarapan dan lalu berangkat ke kantor. Pergi ke kantor melalui jalur yang sama setiap harinya dengan menyetel radio pada frekuensi yang sama. Ketika di kantor kita bertemu teman-teman kantor yang itu-itu juga dan melakukan pekerjaan yang sama. Kebiasaan-kebiasaan ini ternyata membuat kita malas berfikir dan akhirnya menyebabkan kita tidak memiliki tantangan berarti sehingga kondisi ini tanpa disadari dapat membunuh daya kreatifitas kita.

Kedua, yang di sebut Judgmentalis. Tanpa disadari kita sering melakukan pertimbangan atau pengambilan keputusan hidup yang cenderung menempatkan kita pada posisi aman/nyaman dan sama sekali tidak ingin menyentuh sedikitpun sebuah resiko. Dengan kata lain, kita telah memiliki jawaban secara permanen dan sama atas semua pertimbangan, pengambilan keputusan dan seluruh masalah yang kita hadapi selama kita hidup, inilah yang disebut Judgmentalis. Kita menjadi malas untuk memikirkan masalah yang dihadapi sehingga kita tidak terbiasa mempertimbangkan atau bahkan mengelola resiko yang akan dihadapi.

Terakhir, yang menghambat daya kreatifitas manusia adalah resistance to change atau sikap takut terhadap perubahan. Sikap anti perubahan dapat terlihat pada sikap penolakan terhadap hal atau ide yang baru yang kadang muncul di sekeliling kita. Sebagian dari Kita justru sangat menikmati kondisi status quo yang memiliki sifat aman dan nyaman. Sikap yang tidak menginginkan perubahan tentunya akan menggiring kita pada posisi tidak adanya lagi tantangan hidup sehingga menempatkan tingkat kreatifitas kita berada pada posisi paling rendah.

Ada beberapa langkah kecil perubahan yang dapat kita lakukan untuk menghindari jebakan yang menghambat kreatifitas ini. Langkah-langkah itu sebagai berikut; ubahlah yang biasa disebut rutinitas sehari-hari, mencari jalan alternatif lain menuju kantor dan berani untuk tersesat di jalan. Kemudian cobalah telusuri dan menghubungi teman semasa kecil kita dahulu. Langkah lain adalah Ganti penampilan sehari-hari sehingga kelihatan berbeda, bacalah tulisan atau artikel yang justru anda tidak suka dan mulailah hobi baru yang berbeda dari biasanya.

Langkah kreatif lain yang bisa dicoba adalah menyediakan alat tulis di tempat tidur untuk menulis apa yang terpikirkan oleh kita ketika akan tidur. Kemudian mencobalah untuk berimajinasi kita bertukar posisi menjadi seorang nasabah atau seorang bawahan kita. Sehingga kita mampu memandang suatu masalah dari sudut pandang yang lain. Cara lain yang bisa dicoba adalah berani untuk menuliskan kesalahan kerja yang pernah kita lakukan dan menempelkannya di dinding, berani mengakui kesalahan adalah tindakan terpuji. Dan sebenarnya banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kreatifitas kita secara sederhana.

Dengan mengenali faktor-faktor yang menghambat daya kreatifitas kita berarti kita telah melakukan tindakan identifikasi masalah. Setelah itu tentunya kita tinggal menentukan bagaimana cara meningkatkan daya kreatifitas secara sederhana. Hal ini semua kita butuhkan apabila kita ingin selalu kreatif. Hal ini disebabkan karena adanya korelasi yang cukup tinggi antara daya kreatifitas kita sebagai pegawai dengan rutinitas yang kita lakukan di tempat kerja.

Akhir kata, menjadi orang yang kreatif ini sebenarnya anugerah bagi kita, keluarga dan masyarakat sekitar meskipun kelihatannya kreatifitas yang muncul itu kecil. Dan dengan membangun daya kreatifitas kita masing-masing diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar bagi Bank Mandiri. Semoga.

Penulis:
Dede Parasade
Profesional Staff
Hub Jakarta Plaza Mandiri

Friday, June 25, 2004

Merebut Hati Pembantu

Bukan penulis ingin bercerita tentang kisah nyata seorang majikan yang kurang ajar mencoba merayu pembantu rumah tangganya. Namun tulisan ini berupaya membahas sisi bisnis yang dapat dikembangkan Bank Mandiri dari subsektor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mencari nafkah di negeri orang yang memang sebagian besar rata-rata berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.

Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa segmen pembantu ini selayaknya ditumbuhkembangkan? Ada dua faktor yang melatarbelakanginya. Faktor pertama adalah adanya fenomena masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri dan mempunyai kecenderungan trend terus meningkat setiap tahunnya. Disebutkan oleh satu surat kabar ibukota bahwa angkatan tenaga kerja Indonesia sudah hampir mencapai dua juta jiwa. Faktor kedua, karena para TKI ini tetap membutuhkan jasa layanan perbankan untuk pengiriman uang sebagai hasil jerih payah mereka untuk dinikmati keluarganya di kampung halaman di Indonesia.

Penulispun mencoba mengangkat potensi bisnis dari TKI ini di dalam salah satu topik thesis pasca sarjananya. Ruang lingkupnya adalah Bank Mandiri Hongkong (BMHK) dimana Hongkong mempunyai populasi TKI yang cukup besar yaitu hampir mencapai 80 ribu orang. Dengan kebanyakan profesinya sebagai pembantu rumah tangga dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh para TKI sebesar 3.500 HK Dollar per bulan. Diproyeksikan BMHK mampu menangguk satu juta US Dollar per tahun apabila mampu menguasai pangsa pasar sebesar 30%, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Potensi dari TKI
Pangsa Jumlah Tabungan Biaya Selisih Kurs Total Pendapatan Transfer Pendapatan

20% 15,400 31 0.3 0.1 5.4
30% 23,100 46 0.5 0.2 8.1
50% 38,500 77 0.8 0.4 13.5
100% 77,000 154 1.5 0.7 27.0
Sumber: Data Olahan
USD 1 = HKD 7.80
HKD 1 = IDR 1,090

Di Hongkong, pesaing kita yang bermain pada segmen ini dikategorikan dalam dua jenis persaingan. Pesaing pertama adalah bank-bank Indonesia di Hongkong seperti Bank BNI, BII dan Bank Niaga. Bank BNI ternyata cukup mendominasi segmen ini karena memang mereka adalah pioneer pada segmen TKI ini. Beberapa survey yang dilakukan penulis pun menunjukkan para TKI mempunyai rekening tabungan di Bank BNI Hongkong.

Pesaing kedua adalah restoran atau warung nasi Indonesia yang berada di Hongkong. Warung nasi tersebut merupakan tempat mangkal mereka di kala hari libur mereka yaitu Sabtu-Minggu. Para TKI ini justru lebih condong menggunakan jasa warung nasi dalam jasa penitipan pengiriman uang karena praktis dan sangat cepat. Prakteknya adalah setelah TKI memberikan uangnya pada warung tersebut kemudian rekanan warung di Indonesia diinstruksikan langsung mentransfer uang pada rekening yang dituju.

Dari paparan pesaing di atas, kiranya cukup menantang bagi Bank Mandiri untuk turut serta menggarap segmen TKI ini. Dan sebelum terjun langsung dibutuhkan langkah persiapan yaitu menyelami isi hati mereka dengan melakukan riset terhadap perilaku para TKI. Kita dapat membaginya dalam tahap persiapan pemberangkatan dan tahap pelaksanaan proses kerja.

Di dalam tahap persiapan pemberangkatan seorang TKI ternyata membutuhkan biaya yang tak sedikit, hampir mencapai Rp 10 - 20 juta. Biaya ini dibutuhkan untuk biaya tiket pesawat, biaya pembuatan paspor dan visa serta biaya karantina dan pelatihan. Biaya-biaya ini diperlukan sebelum keberangkatan sehingga sudah pasti seorang TKI tidak mempunyai dana yang besar sebelum bekerja. Selama ini peluang ini sangat dimanfaatkan perusahaan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Praktek ini hampir mirip dengan praktek ijon atau rentenir di jaman pertanian dahulu kala.

Pada tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan proses kerja TKI itu sendiri di negara tujuan. Pada tahap ini, biasanya para pekerja dikontrak selama dua tahun kerja. Dan selama tahun pertama para TKI ini hanya menerima gaji kecil mengingat adanya potongan yang begitu besar untuk melunasi biaya pemberangkatan di tanah air. Baru tahun kedua para TKI ini menerima gaji penuh dari hasil jerih payahnya. Pada tahun kedua inilah muncul kebutuhan untuk menabung dan biasanya tabungan ini dilakukan di dalam negeri.

Berdasarkan analisa tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa langkah jitu yang dapat diambil oleh Bank Mandiri. Consumer Banking Group dapat menciptakan produk berupa pinjaman TKI guna menutupi biaya pemberangkatan. Produk ini dapat mengarahkan pada satu rasa terima kasih yang mendalam (hutang budi) dan hal ini bisa menjadi landasan loyalty customer. Dan untuk tahap pelaksanaan proses kerja TKI, Bank Mandiri dapat menawarkan satu produk/jasa pengiriman uang, transaksi jual beli valas ataupun draft collection.

Dari pemaparan di atas cukup jelas bahwa TKI ini membutuhkan jasa layanan dengan karakteristik umum yaitu cepat, murah dan mudah dijangkau. Dan dalam hal Bank Mandiri memiliki Kantor Luar negeri seperti BMHK di Hongkong maka perlu kiranya mempertimbangkan membuka outlet–outlet atau gerai khusus pelayanan TKI ini di hari Sabtu-Minggu Dan dipadu dengan program-program agresif selling.

Akhir kata, jika kita analogikan dengan Bank-bank Jepang yang berekspansi mengikuti nasabah yang berekspansi di seluruh dunia. Maka Bank Mandiri dapat berekspansi mengikuti kemana perginya para TKI bekerja di seluruh dunia. Sebagai konsekuensi logis bisnis yang semakin tersegmentasi dan landasan ekspansi bisnis luar negeri maka kita dapat mencanangkan Bank Mandiri sebagai Banknya Tenaga Kerja Indonesia.


Penulis:
Dede Parasade
Profesional Staff
Hub Jakarta Plaza Mandiri

Wednesday, February 25, 2004

MTV, Gue Banget!

MTV Gue Banget!!! Sebuah kalimat yang sering kali ditayangkan di stasiun televisi MTV Indonesia. Kalimat yang diucapkan oleh para penyanyi pop yang sedang beken seperti seperti Kris Dayanti, Reza, Titi Dj, Glen Fredly, Marcel, Rio Febrian ataupun grup bandnya seperti Padi, Cokelat, Gigi, Sheila on Seven, Dewa dan segenap penyanyi populer yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Hal yang sama dilakukan oleh para penyanyi atau grup band kelas dunia seperti Westlife, Red Hot Chili Peppers, Blue, atau Britney Spears yang hanya saja mengalami kesulitan mengucapkannya sehingga menjadi kalimat “MTV Gue Bangget!” Hal ini menambah keunikan tersendiri bagi slogan MTV.

Sebenarnya kata banget adalah kata yang biasa digunakan anak muda yang artinya sangat ataupun amat. Dan gara-gara slogan yang kerap kali diluncurkan MTV, kemudian kata ‘banget’ menjadi kata yang paling populer di kalangan anak muda saat ini di seluruh Indonesia saat ini. Pemilihan kata yang unik dengan kata-kata yang sangat mudah diucapkan dan mudah pula untuk diingat, menjadikannya slogan ini cepat sekali populer. MTV telah berhasil menciptakan sebuah slogan yang diterima secara mudah oleh target marketnya.

Dengan slogan ini MTV berusaha untuk mempersonifikasikan dirinya dengan target market yaitu generasi muda dengan jangkauan usia 15-30 tahun. Dengan slogan ini pula kelihatannya MTV mempunyai tujuan sebagai berikut; pertama, MTV ingin menunjukkan sebagai stasiun televisi yang mengkhususkan seluruh acaranya untuk musik. Kedua, MTV berupaya untuk menjadi cerminan jiwa muda dan mewakili generasi muda dengan menggunakan raw model-nya pada slogan ini yaitu para musikus muda masa kini. Ketiga, MTV berharap menjadi saluran TV pilihan utama dari target marketnya.

Slogan “MTV Gue banget” dalam istilah marketing biasa disebut tag line. Tag line MTV ini sama dengan tag line dari produk-produk kelas dunia seperti “just do it” untuk Nike, “connecting people” untuk Nokia dan Coca Cola dengan “dimana saja kapan saja”. Beberapa perusahaan nasional berusaha pula untuk membuat slogan seperti RCTI OK, Telkom dengan “Commited 2 U”, Indosiar “memang untuk anda”, atau Stasiun radio Prambors dengan “tempat mangkal kawula muda”.

Tag line adalah salah satu strategi dalam rangka implementasi konsep Segmentation, Targeting and Positioning (STP). Tag line yang berhasil adalah yang mampu membantu konsumen mengingat sebuah produk atau jasa dengan cepat. Dengan kata lain bahwa tag line ini digunakan untuk memudahkan untuk melakukan positioning. Positioning adalah satu proses yang dilakukan oleh produsen guna menancapkan sebuah produk atau jasanya di dalam benak konsumen. Dan ketika kita bicara tentang apa yang ada di benak atau pikiran konsumen maka hal ini berhubungan erat dengan dengan top of mind.

MTV Gue Banget! adalah contoh sukses dari Tag line yang diluncurkan oleh MTV. Dan hal ini dapat menjadi contoh yang baik bagi Bank Mandiri di dalam melancarkan program iklannya di televisi khususnya untuk mencapai target sebagai top of mind. Bank Mandiri sebenarnya telah memiliki tag line yaitu “bank yang kokoh dan terpercaya pilihan anda”. Namun ketika dilapalkan maka kalimat tersebut terlalu panjang sehingga mudah dilupakan dan kalimat tersebut juga bersifat terlalu umum, hampir semua bank menggunakan kalimat yang hampir mirip tag line tersebut. Sehubungan hal tersebut, selayaknya kita merumuskan kembali tag line yang bersifat marketable.

Dan seperti kita ketahui bahwa Bank Mandiri adalah universal bank, maka kita dapat simpulkan bahwa Bank Mandiri melayani semua segmen baik itu di ritel, komersial maupun korporasi. Tentunya semua segmen ini perlu diperhitungkan di dalam perumusan tag line yang baru. Harus diakui, terlalu luas segmen yang dilayani memang agak sulit untuk menentukan sebuah tag line yang bisa di terima secara umum. Sehingga di dalam perumusannya dibutuhkan satu riset yang mendalam dan waktu yang lama.

Namun demikian, berangkat dari sebuah asumsi bahwa konsumen secara umum membutuhkan layanan perbankan yang terpercaya, profesional dan aman, maka bisa diambil dari kata-kata tag line lama yaitu “bank yang kokoh”. Kata “kokoh” cukup mencerminkan keinginan konsumen atas kebutuhan perbankannya dan kata kokoh cukup pula menggambarkan kondisi internal Bank Mandiri saat ini. Hanya saja kata kokoh agak sulit dilapalkan. Sinonim dari kata kokoh ini adalah solid dan kata solid mudah pula untuk diucapkan. Oleh karena itu dapat kiranya dipertimbangkan sebuah tag line baru dengan kalimat, “Bank Mandiri, Solid!!!”

Untuk mencapai target sebagai top of mind, salah satu taktiknya adalah dibantu dengan tag line. Sebuah tag line yang diterima secara mudah oleh target marketnya. Dan bahkan tag line tersebut bisa menjadi sebuah kata yang populer di masyarakat seperti yang telah dilakukan MTV dengan “gue banget”-nya. Keberhasilam Tag line sangat ditentukan oleh publikasi yang kuat, dalam hal ini dibutuhkan satu program iklan baik di media elektronik maupun media cetak. Diharapkan satu hari ketika seorang ibu ditanya apa yang “Solid” maka dia akan spontan menjerit “Bank Mandiri!!!”

Penulis:
Dede Parasade
CSO Jakarta Plaza Mandiri