Thursday, April 17, 2003

Wajib Belajar

Akhirnya kita patut bersyukur dengan dilancarkannya aksi penghindaran Lost Generation dilakukan juga oleh Bank tercinta ini. Dengan satu surat edaran Wajib Belajar diselenggarakanlah proses seleksi atas seluruh officer potensial untuk mengikuti satu program beasiswa program pasca sarjana baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini bisa kita sebut satu langkah kecil saat ini dan pasti akan menjadi langkah besar di kemudian hari.

Dan patut kita maklumi pula bahwa didalam satu proyek yang baru pertama kali dilakukan memiliki beberapa kekurangan baik itu dilihat dari mendadaknya proses seleksi itu sendiri maupun dari persyaratan calon peserta seleksi. Hal ini disadari pula keinginan dari Divisi Training untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya yang sudah tertunda lama sekali. Seperti kita dahulu sebagai mahasiswa yang selalu menggunakan prinsip SKS alias “Sistem Kebut Semalam”.

Dalam tulisan ini, saya hanya ingin memberikan sebuah konsep kecil yang mudah-mudahan bisa menjadi masukan bagi Bank Mandiri. Konsep yang berkaitan erat dengan proyek wajib belajar Bank Mandiri ini apabila dilihat dari 2 aspek penting yaitu calon peserta seleksi dan tempat proses belajarnya itu sendiri.

Akhir bulan Maret 2003, seakan ada sedikit gairah di dalam Bank mandiri khususnya dari para officer peserta seleksi “wajib belajar”, namun justru hal yang paling menarik adalah gemuruh ketidakpuasan dari officer yang menjadi korban “sorting” yang mana memiliki handicap di bawah 100 yang otomatis tidak bisa mengikuti proses seleksi awal. Mereka menjadi sedikit geram sesaat pada atasannya dan seakan mereka akhirnya mempertanyakan kembali atas standar penilaian yang obyektif di Bank Mandiri.

Dan sudah bisa dipastikan pula jumlah peserta officer dari cabang secara proporsional lebih sedikit dibandingkan dengan peserta dari Kantor pusat mengingat sudah menjadi paradigma bahwa adanya penilaian tahunan di cabang yang cukup “pelit”. Dan kemungkinan lolosnya seorang officer yang berasal dari cabang dalam proses seleksi itu cukuplah kecil mengingat harus bertarung dengan gajoan-gajoan Kantor pusat. Betapa kecemburuan Cabang terhadap Kantor Pusat kembali muncul lagi setelah sebelumnya disulut oleh ‘Job Grading’.

Kemudian cukup mengagetkan pula ketika kita melihat daftar perguruan tinggi di luar negeri yang menjadi tujuan dari proyek “wajib belajar” Bank Mandiri ini. Satu langkah yang tidak populer dan justru sudah ditinggalkan oleh Bank-bank pesaing kita pada masa krisis saat ini. Langkah yang bisa disebut sangat boros dengan kita mengirimkan satu peserta program bea siswa keluar negeri dengan anggaran per orang bisa mencapai USD 50 ribu. Jika kita rupiahkan anggaran sebesar itu (USD 1 = Rp 9000) maka diperoleh nilai Rp. 450 juta atau Bank Mandiri bisa menyekolahkan officernya ke MM UGM sebanyak 9 orang dengan rata-rata anggaran per orang Rp. 50 juta. Seperti kata orang bijak, “Ilmu itu akan jauh bermanfaat jika diketahui oleh orang banyak”.

Dan janganlah kita menutup sebelah mata kita terhadap perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pasca sarjana yang ada di Indonesia. Kiranya kita tidak perlu menyangsikan lagi dari segi kualitasnya dan masyarakat luaspun mulai tahu dan mampu menyebutkan Top 5 Business School (Bizkul) seperti IPMI, MMUI, Prasetya Mulya, IPPM dan MMUGM. Hal ini bisa menjadi acuan Bank Mandiri mulai melirik produk lokal yang tak kalah kualitasnya dari sugesti barang impor. Dengan produk lokal maka justru akan lebih banyak officer yang bisa menikmati manfaat fasilitas Atas Biaya Dinas (ABIDIN) ini.

Akhir kata, seperti di era Orde Baru dimana hampir semua anak usia sekolah harus mengikuti Wajib Belajar, maka alangkah indahnya jika sebagian besar officer mengikuti Wajib Belajar Pasca Sarjana dengan ‘sekolahan’ cukup di dalam negeri saja dan mempunyai porsi seimbang antara Cabang dan Kantor Pusat. Semakin banyak sumber daya insani yang berkualitas semakin tinggi Bank Mandiri memiliki competitive Advantage. Marilah kita sukseskan Wajib Belajar Bank Mandiri ini dengan langkah yang adil, jitu dan efisien, sehingga kita terhindar dari golongan besar Lost Generation.