Friday, August 05, 2005

Officer Lokal

Ketika penulis bertugas di cabang seringkali menjumpai para calon pegawai baru yang saat ini terkenal dengan program Officer Development Program (ODP). Pada saat para ODP ini melakukan masa job training di cabang, selalu penulis tanyakan secara iseng, apakah mereka siap ditempatkan di cabang di luar pulau Jawa? Semua jawaban mereka sama, saya tidak siap pak. kemudian diinformasikan bahwa mereka pasti ditempatkan cabang di luar Jawa setelah diangkat dan ditambahkan dengan antusias bahwa adanya jaminan dari Learning Center Group dan Human Capital Group (HCG) bahwa setelah paling lama 2 tahun para ODP ini akan ditarik ke Jakarta.

Kemudian penulis mencoba mengamati jaminan HCG tersebut dan ternyata terbukti benar. Sebagian ditempatkan di kantor pusat dan sebagian lagi di cabang sekitar Jakarta. Atas fenomena tersebut, penulis menjadi ingat beberapa rekan seangkatan pada saat penulis memasuki ex. legacy Exim di akhir tahun 1997 yang waktunya nyaris bersamaan dengan proses merger. Banyak rekan yang ditempatkan di cabang luar Jawa dan hingga saat ini 'belum kembali'.

Dan penulispun yakin dari ex ODP dari 4 ex.legacy masih banyak yang tertahan di cabang di luar Jawa. Kondisi merger ini memaksa mereka menjadi officer lokal. Belum lagi ditambah adanya kebijakan 'konsesi officer' bahwa officer tidak diijinkan keluar dari grup tertentu. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah sampai kapan para odp dari 4 exlegacy memperoleh perlakuan yang sama dengan junior mereka?

Semua tentu setuju bahwa apabila kita merasa senang dan perasaan bebas akan memotivasi kita untuk hasilkan kinerja yang optimal. Bagaimana kita akan bekerja secara optimal apabila kita merasa 'terpenjara' dan tertahan di suatu tempat dalam kurun waktu yang lama. Terdapat beberapa riset tentang motivasi kerja menyatakan bahwa faktor internal mempengaruhi motivasi kerja sebesar 90%. Perasaan tidak bebas atau terpenjara tentunya berkaitan erat dengan faktor internal seorang pegawai. Sehingga bisa kita bayangkan apabila kondisi ini akan menyebabkan demotivasi dan akhirnya berdampak pada turunnya kinerja.

Guna mengatasi masalah ini sebenarnya tidak terlalu rumit. HCG tinggal mendata berapa banyak officer ex legacy yang telah lama tertahan di cabang atau kanwil di luar Jawa. Kemudian secara bertahap menariknya. Kemudian menempatkannya pada posisi yang saat ini justru seringkali ditempati oleh tenaga kontrak (outsourcing). Guna mengisi kekosongan pos yang ditinggalkan maka sebelumnya disiapkan program perekrutan officer putra daerah.

Sebenarnya program officer putra daerah telah dirintis beberapa waktu lalu dengan program putra daerah Papua. Program ini sebenarnya satu program 'jenius' dalam menyikapi satu momok besar menakutkan dalam penempatan kerja di daerah papua bagi seluruh pegawai. Program putra daerah ini dapat dikembangkan di sepuluh kanwil Bank Mandiri. Peserta program ini dapat berasal dari promosi pegawai clerk dan lulusan perguruan tinggi (fresh graduate). Bank Mandiri dapat bekerja sama dengan universitas negeri di luar pulau Jawa guna menjaring lulusan terbaik. Setelah mereka direkrut, ditraining kemudian ditempatkan di tempat asal. Dan tentunya dengan diberikan fasilitas yang sama dengan officer di kanpus ataupun di pulau Jawa.

Program putra daerah ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu pertama Bank Mandiri ikut serta dalam program pemerataan pembangunan dan distribusi pendapatan di seluruh wilayah indonesia. Kedua, putra daerah lebih mengerti potensi daerahnya dan jauh lebih fleksibel dalam melakukan penetrasi pasar. Ketiga, memudahkan HCG dalam mengatur penempatan officer di seluruh wilayah kerja. Terakhir, Bank Mandiri menjadi pelopor dalam menjembatani industri perbankan dengan perguruan tinggi negeri di indonesia khususnya di luar pulau Jawa.

Akhir kata, semoga program officer lokal melalui program officer putra daerah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh HCG mengingat efek multifliernya yang cukup meluas. Dan program ini sangat menunjang bagi arah ekspansi Bank Mandiri yang mengarah pada segmen consumer dan ritel di seluruh wilayah nusantara.


Penulis:
Dede Parasade

Sunday, April 17, 2005

Berlaga Hadapi Assestment

Bangga rasanya penulis melihat rekan-rekan clerk di berbagai cabang mengikuti program Staff Development Program (SDP). Satu program pengembangan karir guna mewujudkan cita-cita clerk untuk menjadi seorang officer. Program ini mengantarkan seorang pegawai pada satu tahap dimana mengandung arti tanggung jawab yang lebih besar dan jenjang karir yang lebih luas sehingga wajar program ini begitu hebat memotivasi seluruh karyawan Bank Mandiri.

Sehingga wajar untuk mengikuti program SDP ini dibutuhkan serangkaian tes yang cukup ketat. Mulai dari tes Bahasa Inggris kemudian dilanjutkan kepada aptitude test. Kedua tes ini merupakan saringan pertama untuk memperoleh calon officer dengan kualifikasi standar akademis tertentu. Sebagian peserta mampu lolos pada kedua test ini. Selanjutnya adalah tes assesment dan justru pada tes inilah banyak sekali peserta bertumbangan alias tidak lulus. Atas hasil tes tersebut akhirnya menimbulkan berbagai spekulasi dan bahkan kontroversi. Pertanyaan mendasar muncul adalah “Kenapa saya tidak lulus? Padahal saya menjawab dengan lancar”. Atas realitas yang terjadi, tak ayal lagi tes assestment ini menjadi momok bagi seluruh peserta tes SDP di Bank Mandiri.

Atas fenomena ini, cukup menarik perhatian penulis untuk menyimak “tes gugurkan harapan”. Kemudian penulis mencoba melakukan riset ringan bersama teman-teman yang tidak lulus. Kami mencoba melalui pendekatan focus disscusion group (FGD) yaitu berdiskusi dalam kelompok kecil guna membahas masalah yang dihadapi dan hasilnya diperoleh beberapa kesimpulan mengenai tes assesment ini.

Ternyata tes assesment adalah test berupa wawancara dengan psikolog guna melihat secara langsung secara penampilan, perilaku dan aksi-reaksi sebagai calon officer. Berdasarkan informasi, aspek-aspek yang dinilai pada test ini sebagai berikut; pekerjaan yang dilakukan, pelayanan terhadap nasabah, hubungan kerja antar karyawan, pengambilan keputusan dan ide dalam pekerjaan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut maka kami mencoba merumuskan panduan bagaimana menghadapi tes assestment dengan baik.

Panduan pertama adalah mempersiapkan diri anda dengan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri atau bahasa populernya menjadi PEDE. Gunakan moment pada kesempatan pertama anda untuk menarik simpati pewawancara (first impression) dan jangan lupa pula senyumannya. Disaat wawancara berlangsung usahakan sikap badan tetap tegap dan berusaha membangun komunikasi dua arah yang seimbang. Singkat kata, anda harus “menjual diri” kepada pewawancara.

Kedua, belajarlah untuk berpresentasi dengan topik pekerjaan anda saat ini. Caranya cukup mudah yaitu berlatih presentasi sendiri di depan cermin atau keluarga terdekat. Dalam persentasi itu, ceritakan dengan antusias dan teratur/runut tentang aspek-aspek dalam pekerjaan namun tidak perlu detail. Tunjukkan bahwa anda berdedikasi dan menyukai pekerjaan yang dilakukan. Dan anda harus bisa memastikan pewawancara bahwa pekerjaan anda tersebut mempunyai peranan penting untuk Bank Mandiri meski sekecil apapun pekerjaan itu.

Ketiga, jangan ragu pula untuk menceritakan masalah pada pekerjaan yang dilakukan dan anda harus memberikan jalan keluar guna pemecahan masalah tersebut. Kemudian tunjukkan bahwa andapun berinisiatif untuk menolong rekan kerja apabila menemukan kesulitan dalam pekerjannya. Tak lupa pula bahwa di dalam bekerja anda berusaha menciptakan kader pengganti anda. Langkah-langkah ini dapat menunjukkan bahwa anda berusaha membangun tim kerja yang solid.

Panduan terakhir berkaitan dengan customer services, yaitu tunjukkan bahwa anda berusaha menempatkan nasabah sebagai prioritas utama dalam pekerjaan karena pada intinya nasabah adalah sumber penghidupan bagi bank. Dan berikan pelayanan yang optimal bagi nasabah dan membantunya setiap saat meskipun di dalam pekerjaan anda tidak berhubungan langsung dengan nasabah.

Demikian, semoga empat panduan diatas menjadi sebuah pendekatan taktis dalam menghadapi tes assesment di Bank Mandiri. Sebagai informasi tambahan, lima orang teman penulis yang bersama mengembangkan panduan ini akhirnya lulus setelah berlaga menghadapi tes tersebut. Jadi tidak ada salahnya bagi seluruh calon peserta tes assesment untuk mencoba. Selamat berjuang kawan!


Penulis:
Dede Parasade
CBC Jakarta Plaza Mandiri

Wednesday, March 30, 2005

Dilematis Askes Pensiunan

Cukup menarik perhatian ketika penulis membaca Kopi Panas terbitan Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM). Kopi panas ini mengangkat berbagai isu dan topik kepegawaian yang berkembang di internal Bank Mandiri. Salah satunya adalah topik mengenai tunjangan atau asuransi kesehatan (Askes) bagi pensiunan. Pada topik tersebut diinformasikan bahwa askes bagi para pensiunannya Bank Mandiri ternyata telah ditiadakan dalam struktur gaji kita. Padahal di ex legacy askes tersebut pernah ada dan masih bisa dinikmati oleh para pensiunan ex legacy.

Berdasarkan informasi Yayasan Dana Pensiun Ex Legacy, askes pensiunan dibentuk dari komponen Tunjangan Hari Tua (THT) dengan bagian sebesar 30%. Atas informasi tersebut kemudian penulis membandingkan antara slip gaji legacy dan Bank Mandiri dan hasilnya memang terdapat perbedaan yang signifikan pada THT. Potongan THT pada gaji ex legacy adalah sebesar 4% sedangkan proporsi pada gaji Bank Mandiri potongan THT-nya hanya sebesar 2% saja.

Ketiadaan askes pensiunan di Bank Mandiri memunculkan kekuatiran tersendiri ketika kita sadari bahwa masa pensiun merupakan masa menurunnya daya tahan tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Pada kondisi ini, tak pelak lagi kebutuhan kesehatan akan meningkat drastis. Biaya pengobatan tentunya akan melonjak mengingat seringnya aktifitas kunjungan ke dokter dan menebus obat di apotik. Dan tak jarang pula kita membutuhkan biaya rawat inap rumah sakit yang besar. kenaikan biaya kesehatan ini menjadi masalah pelik ketika harus dihadapkan pada menurunnya pendapatan seorang pensiunan yang mana hanya menerima sebesar 30% dari total pendapatan ketika masih bertugas.

Dibalik kebijakan penghapusan askes, cukup dimaklumi apabila pihak Manajemen mengambil kebijakan tersebut mengingat pada awal berdiri Bank Mandiri mengalami berbagai kekurangan dan kesulitan. Penghentian askes pensiunan ini sebagai akibat besarnya claim reimbursement yang ada pada saat itu sehingga mengakibatkan defisit dana kesehatan dari semua yayasan pensiunan semua legacy. Dan akhirnya pihak Bank Mandiri harus menutup semua defisit dalam jumlah yang cukup besar.

Atas dilema yang terjadi tentunya perlu dipikirkan suatu alternatif pemecahan masalah yang menguntungkan kedua belah pihak baik dari karyawan maupun bagi pihak top manajemen. Alternatif solusi yang dapat diketengahkan pada kesempatan ini dalam bentuk kebijakan manajemen untuk kembali mengadakan askes bagi pensiunan. Asuransi ini dibentuk dari potongan gaji karyawan sebesar 5% dan ditawarkan dalam bentuk pilihan atau opsi kepada seluruh karyawan. Sehingga askes ini bersifat swadana atau atas kemampuan sendiri dari para karyawan.

Selain sumber swadana karyawan, alangkah lebih baik apabila penyisihan atas dana askes ini dapat ditambahkan dari penyisihan (misalnya) 20% dari porsi kesejahteraan karyawan di dalam laba bersih bank ( sebesar 7,5%). Penyisihan laba ini tentunya dibutuhkan kebijakan dari pihak manajemen dan hal ini merupakan bentuk tanggung jawab moral atas manajemen terhadap masa depan seluruh karyawan.

Setelah Bank Mandiri menyisihkan dana askes pensiunan, tentunya kita membutuhkan lembaga pengelola askes yang profesional. Mudah bagi kita memilih lembaga tersebut, sebut saja PT Askes yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ataupun pengelolaan dana askes pensiunan ini diserahkan pada anak perusahaan Bank Mandiri seperti PT Axa Mandiri yang telah bergerak pada asuransi jiwa.

Peribahasa “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang gaya punggung. Bersakit-sakit dahulu, bertenang-tenang karena kita tanggung” sepertinya begitu cocok bagi kita yang pasti akan menghadapi masa pensiun. Oleh karena itu, kita semua wajib menyiapkan sejak dini masa pensiun kita masing-masing dengan baik dan sudah selayaknya kita bersedia untuk menyisihkan pendapatan guna menyongsong masa pensiun. Proses penyisihan dana untuk askes pensiun ini jauh lebih baik apabila dilakukan secara sistematis dan memperoleh dukungan penuh pula dari pihak Manajemen Bank Mandiri.


Penulis:
Dede Parasade
CBC Plaza Mandiri