Wednesday, April 23, 2008

Negosiasi Wessel Ekspor

Negosiasi wessel ekspor (nego WE) adalah sebuah kalimat yang sering kali terdengar, terbaca ataupun terpaparkan di kalangan komunitas trade dan bisnis unit khususnya untuk segmen corporate, commersial ataupun small business. Kalimat ini sebenarnya merupakan transaksi harian biasa dalam proses bisnisnya nasabah menghasilkan pendapatan namun yang cukup mengherankan, rupanya kalimat ini masih menjadi momok bagi sebagian pihak dan bisnis unit di Bank Mandiri. Seringkali diikuti pertanyaan berikutnya yaitu bagaimana kalau terjadi unpaid?

Transaksi ekspor sendiri merupakan proses produsen untuk memasarkan barang atau jasanya ke luar negeri. Cara pembayarannya bisa menggunakan letter of credit (L/C) atau non L/C sesuai kesepakatan pembeli dan penjual di dalam sales contract. Biasanya cara pembayaran dengan L/C mempunyai rata-rata jangka waktu penagihan selama 14-21 hari kerja. Karena lamanya jangka waktu penagihan inilah memunculkan kebutuhan nasabah untuk negosiasi wessel ekspor. Negosiasi disini artinya bank mengambil alih dahulu tagihan nasabah atas dasar wessel/draft beserta dokumen-dokumen yang diminta dalam L/C. Seringkali dokumen yang diberikan ke bank dalam kondisi tidak sesuai dengan syarat L/C yang disebut istilahnya discrepancy. Disinilah bisnis unit harus memutuskan untuk menegosiasi atau meng-collect wessel ekspor tersebut.

Atas dasar kondisi tersebut diatas penulis ingin memaparkan aspek-aspek berkaitan Nego WE ini. Uraian yang pertama, bahwa transaksi ekspor adalah bagian dari proses piutang dagang (account receivables) nasabah. Dan ketika bank melakukan nego WE nasabah, hal ini bermakna ganda. Makna pertama, bank ikut serta proses bisnis nasabah khususnya membantu nasabah dalam hal percepatan mengubah tagihan piutang dagang menjadi kas. Makna kedua adalah pengawasan melekat, bank secara tidak langsung ikut mengawasi proses produksi nasabah khususnya disisi penjualan produknya. Hal ini berkaitan bank melakukan pengelolaan kredit nasabah. Menurut hemat kami, kedua makna tadi jauh lebih baik daripada melakukan analisa laporan keuangan nasabah yang sifatnya past performances.

Pemaparan kedua mengenai resiko tidak dibayar (unpaid) yang sering dikumandangkan oleh pihak-pihak “phobia-nego”. Memang ada kemungkinan tidak dibayar wessel ekspor dalam kondisi dokumen discrepancy. Namun disini penulis ingin menggarisbawahi tiga hal mengenai isu unpaid ini. Pertama, secara statistik, kecil sekali terjadi unpaid.dalam kurun waktu 3 tahun ini, kasus unpaid hanya terjadi sekali sebesar USD 800 ribu dari total ekspor di Bank Mandiri rata-rata sebesar USD 4 milyar per tahun. Dan kasus inipun adalah fraud dimana terjadi penipuan dokumen oleh nasabah. Kedua, secara statistik 90% dokumen ekspor dikirim dalam kondisi discrepancy dan selama ini selalu dibayar. Ketiga, mitigasi resiko atas terjadinya unpaid telah disempurnakan dari tahun ke tahun, seperti bisnis unit wajib menetapkan trade line bagi nasabahnya untuk dapat melakukan nego WE tidak sesuai dengan syarat L/C (discrepancy). Kemudian kita mempunyai hak regres (with recourse) yaitu kita akan mendebet kembali rekening nasabah apabila 30 hari tagihan WE belum dibayar issuing bank.

Yang tak kalah pentingnya berkaitan penanganan nego WE ini Bank Mandiri telah melakukan segregation of duty yang cukup jelas dimana ada tiga pilar dalam bisnis proses trade pilar. Pertama adalah Bisnis Unit yang menetapkan trade line untuk nasabah. Kemudian kedua, ada Trade Servicing Center yang selalu siap sedia membantu nasabahnya untuk menyusun dokumen yang comply with dengan persyaratan L/C. Pilar terakhir, kita pula telah memiliki Bill Processing Center yang melakukan pengecekan dokumen secara teliti dan cermat dengan standar baku praktek perbankan.

Pemaparan terakhir yang menarik adalah meningkatnya trend pembayaran ekspor di dunia dengan non L/C dimana 90% transaksi ekspor nasabah dilakukan tanpa L/C dan ini berarti hanya tinggal 10% transaksi menggunakan L/C. Data BI dan BPS menyebutkan dari USD 112 milyar ekspor indonesia tahun 2007, hanya tinggal USD 12 miliar saja transaksi ekspor menggunakan L/C. Cara pembayaran dengan Transaksi non L/C menggunakan berbagai cara seperti konsinyasi, collection, open account ataupun transfer valas biasa. Hasil survey nasabah menyebutkan salah satu alasan penurunan transaksi dengan L/C adalah mahal dan rumitnya melakukan transaksi L/C di bank. Hal ini tentunya berarti menurunnya kesempatan bank untuk raih pendapatan dari nego WE.

Akhir kata, meskipun secara umum transaksi ekspor dengan L/C mulai ditinggalkan eksportir, penulis tetap mengajak kepada semua pihak terkait di Bank Mandiri untuk lebih giat lagi melakukan nego WE nasabahnya karena penghasil fee based income. Penulispun menghimbau untuk tidak menjadikan nego WE menjadi sebuah momok lagi atau bahkan menjadi phobia. Sebab hal ini semua merupakan perwujudan kita untuk mencapai tahapan outperform of the market.


Penulis;
Dede Parasade

Wholesale Product Management Group