Friday, June 25, 2004

Merebut Hati Pembantu

Bukan penulis ingin bercerita tentang kisah nyata seorang majikan yang kurang ajar mencoba merayu pembantu rumah tangganya. Namun tulisan ini berupaya membahas sisi bisnis yang dapat dikembangkan Bank Mandiri dari subsektor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mencari nafkah di negeri orang yang memang sebagian besar rata-rata berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.

Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa segmen pembantu ini selayaknya ditumbuhkembangkan? Ada dua faktor yang melatarbelakanginya. Faktor pertama adalah adanya fenomena masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri dan mempunyai kecenderungan trend terus meningkat setiap tahunnya. Disebutkan oleh satu surat kabar ibukota bahwa angkatan tenaga kerja Indonesia sudah hampir mencapai dua juta jiwa. Faktor kedua, karena para TKI ini tetap membutuhkan jasa layanan perbankan untuk pengiriman uang sebagai hasil jerih payah mereka untuk dinikmati keluarganya di kampung halaman di Indonesia.

Penulispun mencoba mengangkat potensi bisnis dari TKI ini di dalam salah satu topik thesis pasca sarjananya. Ruang lingkupnya adalah Bank Mandiri Hongkong (BMHK) dimana Hongkong mempunyai populasi TKI yang cukup besar yaitu hampir mencapai 80 ribu orang. Dengan kebanyakan profesinya sebagai pembantu rumah tangga dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh para TKI sebesar 3.500 HK Dollar per bulan. Diproyeksikan BMHK mampu menangguk satu juta US Dollar per tahun apabila mampu menguasai pangsa pasar sebesar 30%, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Potensi dari TKI
Pangsa Jumlah Tabungan Biaya Selisih Kurs Total Pendapatan Transfer Pendapatan

20% 15,400 31 0.3 0.1 5.4
30% 23,100 46 0.5 0.2 8.1
50% 38,500 77 0.8 0.4 13.5
100% 77,000 154 1.5 0.7 27.0
Sumber: Data Olahan
USD 1 = HKD 7.80
HKD 1 = IDR 1,090

Di Hongkong, pesaing kita yang bermain pada segmen ini dikategorikan dalam dua jenis persaingan. Pesaing pertama adalah bank-bank Indonesia di Hongkong seperti Bank BNI, BII dan Bank Niaga. Bank BNI ternyata cukup mendominasi segmen ini karena memang mereka adalah pioneer pada segmen TKI ini. Beberapa survey yang dilakukan penulis pun menunjukkan para TKI mempunyai rekening tabungan di Bank BNI Hongkong.

Pesaing kedua adalah restoran atau warung nasi Indonesia yang berada di Hongkong. Warung nasi tersebut merupakan tempat mangkal mereka di kala hari libur mereka yaitu Sabtu-Minggu. Para TKI ini justru lebih condong menggunakan jasa warung nasi dalam jasa penitipan pengiriman uang karena praktis dan sangat cepat. Prakteknya adalah setelah TKI memberikan uangnya pada warung tersebut kemudian rekanan warung di Indonesia diinstruksikan langsung mentransfer uang pada rekening yang dituju.

Dari paparan pesaing di atas, kiranya cukup menantang bagi Bank Mandiri untuk turut serta menggarap segmen TKI ini. Dan sebelum terjun langsung dibutuhkan langkah persiapan yaitu menyelami isi hati mereka dengan melakukan riset terhadap perilaku para TKI. Kita dapat membaginya dalam tahap persiapan pemberangkatan dan tahap pelaksanaan proses kerja.

Di dalam tahap persiapan pemberangkatan seorang TKI ternyata membutuhkan biaya yang tak sedikit, hampir mencapai Rp 10 - 20 juta. Biaya ini dibutuhkan untuk biaya tiket pesawat, biaya pembuatan paspor dan visa serta biaya karantina dan pelatihan. Biaya-biaya ini diperlukan sebelum keberangkatan sehingga sudah pasti seorang TKI tidak mempunyai dana yang besar sebelum bekerja. Selama ini peluang ini sangat dimanfaatkan perusahaan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Praktek ini hampir mirip dengan praktek ijon atau rentenir di jaman pertanian dahulu kala.

Pada tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan proses kerja TKI itu sendiri di negara tujuan. Pada tahap ini, biasanya para pekerja dikontrak selama dua tahun kerja. Dan selama tahun pertama para TKI ini hanya menerima gaji kecil mengingat adanya potongan yang begitu besar untuk melunasi biaya pemberangkatan di tanah air. Baru tahun kedua para TKI ini menerima gaji penuh dari hasil jerih payahnya. Pada tahun kedua inilah muncul kebutuhan untuk menabung dan biasanya tabungan ini dilakukan di dalam negeri.

Berdasarkan analisa tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa langkah jitu yang dapat diambil oleh Bank Mandiri. Consumer Banking Group dapat menciptakan produk berupa pinjaman TKI guna menutupi biaya pemberangkatan. Produk ini dapat mengarahkan pada satu rasa terima kasih yang mendalam (hutang budi) dan hal ini bisa menjadi landasan loyalty customer. Dan untuk tahap pelaksanaan proses kerja TKI, Bank Mandiri dapat menawarkan satu produk/jasa pengiriman uang, transaksi jual beli valas ataupun draft collection.

Dari pemaparan di atas cukup jelas bahwa TKI ini membutuhkan jasa layanan dengan karakteristik umum yaitu cepat, murah dan mudah dijangkau. Dan dalam hal Bank Mandiri memiliki Kantor Luar negeri seperti BMHK di Hongkong maka perlu kiranya mempertimbangkan membuka outlet–outlet atau gerai khusus pelayanan TKI ini di hari Sabtu-Minggu Dan dipadu dengan program-program agresif selling.

Akhir kata, jika kita analogikan dengan Bank-bank Jepang yang berekspansi mengikuti nasabah yang berekspansi di seluruh dunia. Maka Bank Mandiri dapat berekspansi mengikuti kemana perginya para TKI bekerja di seluruh dunia. Sebagai konsekuensi logis bisnis yang semakin tersegmentasi dan landasan ekspansi bisnis luar negeri maka kita dapat mencanangkan Bank Mandiri sebagai Banknya Tenaga Kerja Indonesia.


Penulis:
Dede Parasade
Profesional Staff
Hub Jakarta Plaza Mandiri