Monday, December 13, 2004

Mampukah BPC Dijual?

Mampukah BPC dijual? Sebuah pertanyaan penasaran penulis atas eksistensinya di Bank Mandiri. BPC atau singkatan dari Bill Processing Center mulai dikenal oleh kita semua sebagai pusat pengelolaan dokumen ekspor-impor dari Bank Mandiri. Tak jarang para frontliners dicabang-cabang sering menyebut kata BPC ketika para nasabahnya mulai menanyakan mengenai kegiatan pelayanan ekspor-impor. “Silahkan Bapak atau Ibu hubungi BPC di nomor telepon sekian-sekian” sebuah kalimat anjuran yang kelihatannya menyelesaikan masalah pada saat itu.

Namun demikian, ketika kita menelaah lagi kalimat tersebut diatas maka mempunyai arti “menyelesaikan masalah dengan masalah”. Kalimat itu menimbulkan beberapa masalah. Masalah pertama adalah muncul kesan pertama di dalam benak nasabah bahwa cabang ini tidak mempunyai pelayanan ekspor-impor. Masalah kedua adalah kesalahan persepsi dengan mengumumkan kepada nasabah bahwa BPC adalah lembaga konsultasi dan outlet jasa ekspor-impor Bank Mandiri. Dan masalah ketiga yang tak kalah penting di sini adalah menunjukkan lemahnya product knowledge atas jasa ekspor-impor serta ketiadaannya pakar ekspor impor di cabang-cabang setelah kita merger.

BPC dibentuk di bank kita berdasarkan trend bank-bank top dunia seperti HSBC, BONY atau Citibank yang melakukan sentralisasi atas transaksi ekspor-impor. Karena BPC didisain dari awal sebagai pabrik untuk mengolah dan memproses dokumen maka BPC memiliki konsep dasar dimana harus bekerja secara efisien (cost efficiency) serta menghasilkan satu produk akhir yang berkualitas tinggi. BPC-pun dipacu terus menerus untuk mencapai target dimana waktu atas pemrosesan dokumen dilakukan secara cepat sehingga bisa diperoleh satu tingkat hasil yaitu satu hari pemrosesan (one day service).

Dari disain awal, menunjukkan secara jelas bahwa BPC bukanlah lembaga konsultasi akan tetapi BPC adalah murni pabrik. Supaya lebih jelas, kita analogikan dengan penjualan produk sepatu. Apabila seorang konsumen membutuhkan sepatu maka konsumen tersebut tidak perlu mendatangi langsung pabrik sepatunya untuk membeli. Namun konsumen cukup mendatangi outlet atau toko yang menyediakan produk sepatu tersebut. Jadi secara ideal, apabila calon nasabah menginginkan jasa ekspor-impor dari Bank mandiri maka nasabah tersebut cukup mendatangi cabang-cabang Bank Mandiri dan bukan datang ke BPC.

Dan ketika kita mengamati kondisi BPC saat ini maka dapat disimpulkan bahwa BPC ini berada pada tahap Product Concept. Menurut Phillip Kotler (pakar pemasaran), tahap product concept adalah kondisi dimana sebuah perusahaan berhasil membuat produk yang berkualitas namun masih bingung memasarkannya. Tentunya ini menjadi tantangan bukan hanya BPC tapi bagi semua pihak di Bank Mandiri untuk mendorong BPC mencapai tahap mulai dijual (selling concept) atau bahkan langsung menuju pada tahap memasarkan (marketing concept).

Agar BPC mencapai tahap selling concept maka dibutuhkan beberapa langkah taktis yang tidak sulit untuk dilakukan. Pertama, membentuk seorang officer yang bertindak sebagai Trade Services Sales Officer (TSSO) di dalam struktur organisasi cabang. Officer ini cukup ditempatkan di cabang-cabang yang memiliki potensi besar transaksi ekspor-impor. Officer ini adalah pakar atau konsultan ekspor-impor yang dan bertugas pula memasarkan jasa hasil “pabrikan BPC”.

Langkah kedua, memasukkan fee based income dari transaksi ekspor-impor ke dalam Key performances Index (KPI) cabang. Dan yang terakhir, mulai menyediakan fee sharing yang jelas atas fee based tersebut misalnya 50%-50% antara cabang dan bisnis unit lain seperti Commercial Business Center (CBC) atau Corporate Banking. Langkah kedua dan ketiga ini merupakan upaya menstimulasi keikutsertaan cabang dalam pengembangan pasar dari BPC.

Apabila kita mercermati harapan Dirut kita, Bapak ECW. Neloe yang menargetkan peningkatan fee based income dari transaksi ekspor-impor maka langkah menjual jasa hasil pabrikan BPC merupakan langkah tepat yang perlu segera diimplementasikan. Dan rasanya eksistensi BPC-pun rasanya makin dibutuhkan sebagai alat tempur guna di dalam peta persaingan perbankan nasional maupun regional.


Penulis:
Dede Parasade
TSAO – Hub Jakarta Plaza Mandiri

No comments: