Wednesday, August 28, 2002

Sisi Kelam Dari Iklan

Sebagian orang meyakini bahwa iklan adalah cara paling efektif untuk mempromosikan produk/jasa ke pasar. Teman saya bilang: “jalan pintas menuju popularitas”. Apakah pernyataan itu betul? jawabannya adalah belum tentu. Karena dengan iklan justru bisa menjadi sebuah senjata makan tuan. fenomena seperti apakah ini? Menjawab hal ini, penulis jadi teringat sebuah rekaman lawas tentang seminar Marketing dengan Keynote speaker Bp. Hermawan Kertajaya yang berbicara tentang konsep Nilai (value). Sehubungan hal tersebut, mari kita mencoba menelaah konsep nilai tersebut khususnya value dalam benak konsumen serta iklan yang mewarnainya.

Di dalam sebuah iklan biasanya mengandung pesan-pesan, dimana pesan itu biasanya langsung mengajak kepada konsumen untuk mencoba dan menggunakan produk atau jasa yang diiklankan dengan kualitas terbaik. Dari pesan tersebut otomatis akan membentuk suatu pengharapan atau persepsi di dalam benak para penerima pesan tersebut. Hasil Proses inilah yang dinamakan Perception Value (nilai persepsi). dan biasanya perception value yang ada di benak para konsumen itu tinggi sebagai hasil dari iklan yang dilancarkan. Lebih-lebih iklan tersebut dilancarkan secara kontinyu.

Dan hasil penguatan positif dari perception value ini akan memotivasi seseorang melakukan tindakan sesuai pesan yang diterimanya. Dan pada tahap inilah konsumen mencoba membuktikan “janji surga” yang diterimanya. Tahap ini pula Konsumen akan merasakan langsung apa yang dijanjikan dari sebuah produk atau jasa. Proses ini disebut sebagai Perceived Value (nilai yang diterima).

Perceived Value VS Perception Value

ada 3 kategori kondisi yang akan dihasilkan dalam benak konsumen dari pertemuan Perception Value dan Perceived Value. Dan ketiganya itu adalah sebagai berikut:

Perceived Value > Perception Value
Bersyukurlah jika produk dan jasa yang berada pada posisi ini. Karena hal ini berarti nilai yang diterima oleh konsumen jauh melebihi apa yang dipersepsikan oleh konsumen itu sendiri terhadap produk dan jasa tersebut. Pada kondisi ini, kepuasan konsumen (customer satisfaction) bisa dicapai dan kemungkinan cukup besar akan terjadi pengulangan pembelian (repetitive buying).

Perceived Value = Perception Value
Satu komentar untuk kondisi ini yaitu WAJAR. Wajarlah sebuah perusahaan berusaha melakukan iklan dengan mencoba untuk mencapai kondisi dimana nilai yang diterima konsumennya sama dengan yang dipersepsikan oleh konsumennya. Kondisi apa adanya ini sama sekali tidak memiliki keunggulan karena pesaing kitapun bisa berada pada posisi ini. Sehingga dibutuhkan instrumen lain untuk memperkuat posisi kita di dalam benak konsumen.

Perceived Value < Perception Value
Bencanalah jika perusahaan dalam posisi ini, disini pula judul artikel ini berlaku; Sisi Kelam Dari Iklan. Dan pepatahpun mengatakan sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah mahal buat iklan ditinggalkan pula oleh konsumen. Konsumen merasa dirinya ditipu oleh bombastis iklan, kekecewaan muncul ketika harapan dari konsumen sudah tinggi ternyata realitas yang dirasakan/dilihat jauh dari pengharapan.

Pakem

Guna menghindari jebakan sisi kelam dari iklan ini tentunya dibutuhkan serangkaian panduan/pakem yang perlu dipatuhi, dipegang teguh dan dijalankan secara konsisten. Adapun pakem tersebut adalah sebagai berikut:

Janganlah terlalu sering beriklan
selain mahal juga secara psikologis setiap manusia akan muak dan jengkel jika diberikan informasi berulang-ulang dan sama. Dengan banyaknya pilihan media khususnya televisi, menyebabkan orang dengan mudah untuk pindah chanel, jika dianggapnya info tersebut membosankan. Tentukan suatu waktu hingga perhatian sebagian besar orang tertuju pada satu moment hingga terkenang selalu – moment of truth.

Hati-hati dengan Advertising Agencies
Advertising agencies sama dengan perusahaan yang lain, sama-sama memaximalkan profit. semakin besar kita berinvestasi semakin untunglah mereka. Jangan terlalu terpukau dengan hasil karya terbesar mereka, tetapi pilihlah mereka secara selektif dengan dasar iklan yang paling kreatif dan komunikatif. Beauty contest disini perlu pula dipertimbangkan dalam rangka meluncurkan sebuah iklan.

Janganlah terlalu banyak simbol
Materi iklan itu sendiri diharapkan tidak terlalu banyak mengandung banyak simbol, yang dikhawatirkan memunculkan berbagai apresiasi yang berbeda. Jangan biarkan imajinasi konsumen berkembang bebas dan liar sehingga membentuk Perception Value yang terlalu tinggi. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berbeda-beda, ada baiknya memberikan suatu iklan yang bersifat pembelajaran bagi konsumen atas produk/jasa yang kita tawarkan. informasi lengkap dan detail atas suatu produk/jasa seharusnya diketengahkan dalam program iklan, khususnya dalam jasa perbankan.

Tengok dan perhatikan Iklan Pesaing
Kenali strategi musuh melalui iklannya dan tidak perlu gengsi untuk bila perlu meniru strategi-strategi promosi dari market leader. Kita wajib belajar dari pesaing atas Kemampuan tinggi untuk mengkomunikasikan suatu produk/jasa hingga hasil akhirnya terhadap kinerja mereka. Disinilah kemampuan marketing intellegence diuji.

Persiapan Sumber daya
Guna mengantisipasi dan menghindari gap antara iklan dan kesiapan sumber daya, perlu kiranya disiapkan secara matang berbagai sumber daya yang mendukung khususnya sumber daya insaninya yang berkaitan erat dengan product/services knowledge. Dan tentunya jaminan atas ketersediaan produk/jasa yang diiklankan sehingga mudah terjangkau oleh calon konsumen.

Himbauan

Dari Pakem yang disebutkan di atas, tentunya ini bisa dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi Bank Mandiri yang sedang giat-giatnya melancarkan iklan khususnya dalam strategi above the line dengan media elektronis. Dan semoga pakem ini mampu menuntun Bank Mandiri menggapai posisi Perceived Value > Perception Value. Pakem ini pula sebagai penjabaran atas saran penulis dalam artikel sebelumnya yaitu mari kita lancarkan iklan secara cerdik dan efisien.

Penulis : TSAO Hub Jakarta Plaza Mandiri dan Mahasiswa MMUI