Wednesday, April 03, 2002

Ekspresi Ketidakpuasan Pegawai

Selaku pegawai bank Mandiri, kita cukup tercengang sekaligus sangat prihatin atas berbagai kasus tindak manipulasi, kasus pembobolan dari dalam Bank Mandiri sendiri. Rasanya kita sia-sia berusaha sekuat tenaga mencoba menangguk keuntungan bagi Bank mandiri namun kemudian keuntungan itu digondol begitu saja oleh oknum pegawai Bank Mandiri sendiri dengan tindak manipulasinya dan bahkan besarnya melebihi dari keuntungan Bank Mandiri sendiri.

Terlepas dari niat jahat dari para oknum, perlu kiranya ini menjadi suatu perenungan kita semua di Bank Mandiri, apa yang telah terjadi dengan Bank tercinta ini. Adakah kemungkinan ketidakpuasan karyawan dapat menimbulkan tindak manipulasi di Bank Mandiri. Ada baiknya jika kita menilik kembali sebuah teori Perilaku Organisasi.

Teori perilaku organisasi guna membahas fenomena yang terjadi adalah mengenai Job Dissatisfaction yang dikemukakan oleh C Rusbult dan D .Lowery dalam bukunya When Bureaucrats get the blues, dimana ketidakpuasan karyawan dapat diekspresikan dengan berbagai cara. Dari pada karyawan harus keluar maka mereka memilih misalnya karyawan mengeluh, tidak patuh atau mencuri alat-alat kantor. Pada exhibit 1 menggambarkan 4 respon yang berbeda sama sekali satu sama lain diantara 2 dimensi yaitu dimensi konstruktif/destruktif dan keaktifan/kepasifan.

Exhibit 1
Respon Ketidakpuasan Kerja


Adapun keempat respon tersebut adalah sebagai berikut:
1. Exit (keluar), merupakan langkah berani dengan keluar/meninggalkan perusahaan termasuk di dalamnya adalah mencari perkerjaan baru di perusahaan lain
2. Voice (bersuara), aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi yang ada. Dalam hal ini karyawan menyarankan adanya perbaikan, berdiskusi dengan top management dan sejumlah kegiatan dalam serikat pekerja
3. Loyalty (Loyal), bersifat pasif namun optimis menanti perbaikan kondisi, mereka sangat percaya pada organisasi dan langkah para top management yang dianggapnya “pasti benar”
4. Neglect (tidak peduli), merupakan tindakan yang sebenarnya sangat berbahaya, dimana karyawan bersikap tidak peduli lagi dengan kondisi sekitar dan biasanya akan bertingkah laku buruk dalam menyikapi kondisi yang buruk. Dapat digolongkan dalam kelompok ini adalah tingkat absensi yang tinggi, pengenduran produktifitas dan peningkatan tingkat kesalahan.

Respon setiap karyawan atas ketidakpuasan tentunya akan berbeda-beda tergantung nilai, sikap, motivasi dan persepsi masing-masing karyawan. Munculnya Serikat Pekerja Bank Mandiri (SPBM) merupakan era baru di Bank Mandiri, respon SPBM dalam “Buletin Kopi Panas” kiranya dapat dikategorikan sebagai respon VOICE. Mereka mencoba membuka wacana keterbukaan dalam sistem Manajemen Bank Mandiri dan menawarkan dialog antara karyawan dan Top Manajemen.

Sedangkan respon LOYALTY, merupakan typicaly karyawan BUMN, rasanya sebagian besar karyawan Bank Mandiri ada dalam posisi tersebut. Merek cenderung memilih diam atas dinamika yang terjadi dan mengikuti arus yang ada. Kedua respon tadi masih dalam kerangka yang jauh lebih baik yaitu dimensi yang konstruktif.

Respon EXIT memiliki dimensi destruktif namun mempunyai kadar resiko yang rendah. Ketidakpuasan kerja langsung disikapinya dengan langkah keluar dari perusahaan. Apabila Bank Mandiri tidak mampu memberikan kesempatan luas kepada karyawannya, tidak menutup kemungkinan akan ada hengkangnya para officer potensialnya. (Issue ini dibahas dalam artikel berikutnya dari penulis)

Air tenang menghanyutkan, itulah istilah yang cocok untuk kelompok respon NEGLECT. Sebenarnya dalam respon Neglect (Tak Peduli) merupakan kelompok respon memunculkan resiko paling besar, dalam menyikapi sebuah kondisi kelompok ini cenderung diam namun kemudian mengkompensasikannya dalam sebuah tindakan yang cenderung merugikan perusahaan, termasuk di dalamnya yaitu tindak manipulasi selain tindakan indisipliner.

Memang sangat sulit mengidentifikasi masing-masing keinginan dari 17 ribu karyawan Bank Mandiri sehingga keempat respon ketidakpuasan tersebut diatas akan selalu muncul setiap saat. Oleh karena itu perlu kiranya manajemen mengidentifikasi latar belakang/pemicu permasalahan karyawan secara umum terlebih dahulu.

Dapat kita lihat bahwa pemicu munculnya ketidakpuasan Karyawan Bank Mandiri secara sederhana dapat digolongkan menjadi faktor eksternal dan Internal. Eksternal antara lain Seperti halnya yang dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia, karyawan bank mandiripun merasakan apa yang dinamakan “uncertainty” ketidakmenentuan yang berkepanjangan serta tekanan berat inflasi. Ditambah faktor internal yaitu berbagai perubahan sebagai akibat adanya merger Bank Mandiri.

Alternatif solusi dapat ditawarkan jika kita mampu melihat permasalahan secara umum, kita kembali pada teori klasik Motivasi “Herzberg” yaitu Teori 2 Faktor. Dimana motivasi seorang karyawan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor Hygienis (external) dan faktor Motivator (internal). Faktor Hygienis merupakan faktor eksternal yang mampu membuat karyawan tidak menjadi tidak puas apabila terpenuhi faktor ini. Atau dengan kata lain apabila faktor ini tidak ada maka karyawan menjadi tidak puas. Termasuk didalamnya adalah sikap manajemen, teman sejawat, sarana, prasarana kantor, gaji, serta tunjangan-tunjangan lainnya.

Adapun faktor motivator merupakan faktor-faktor yang mampu membuat kepuasan kerja bagi karyawan. Faktor ini lebih banyak berasal dari internal diri karyawan dan pekerjaannya seperti pencapaian, etos kerja, sifat pekerjaan, tanggung jawab dari pekerjaan, dan promosi. Gambaran dapat dilihat di Exhibit 2.

Exhibit 2. Herzberg View

Cukup menarik jika kita melihat relevansinya antara ekspresi ketidakpuasan dengan faktor Hygienis dari teori 2 faktor. apabila terpenuhi faktor Hygienis mampu membuat karyawan tidak menjadi tidak puas. Dengan kita melihat pemicunya ketidakpuasan seperti contoh dalam hal ini adalah tekanan inflasi, maka perlu kiranya Top Manajemen mengembangkan suatu program “bottom up” peningkatan kesejahteraan misalnya kenaikan gaji berkala seiring kenaikan laju inflasi tahunan atau proporsional dengan kenaikan gaji Top Manajemen. Bank Mandiri memang bagus menjadi pionir penerapan single salaries, akan jauh lebih bagus jika dalam penerapannya disesuaikan dinamika lingkungan sekitar. Atau mencoba mengakomodir “keinginan menggema” dari para karyawan Bank Mandiri yaitu dengan pemberian kredit bersubsidi bagi karyawan guna meredam “kecemburuan” terhadap karyawan Bank BUMN lain yang juga sama-sama direkapitalisasi.

Kami sadar program kenaikan gaji karyawan memang memiliki hubungan terbalik dengan “rapor” Top Manajemen, bagaimana Manajemen mempertanggungjawabkannya kepada Shareholders. Tetapi jika kita bandingkan dengan total kerugian/loss akibat adanya tindak Manipulasi, rasanya Kenaikan gaji jauh lebih kecil pengaruhnya terhadap Laporan Rugi Laba dan pengaruhnya mampu memberikan kesejukan kepada semua karyawan. Kemampuan manajemen mengakomodir keinginan seperti ini berarti prestasi besar pula yang mampu menyelesaikan salah satu “pekerjaan rumah”. Hal ini akan memberi pijakan/pondasi kuat guna membangun Bank Mandiri secara sehat dan senasib sepenanggunangan.


Penulis : TSAO Hub Jakarta Plaza Mandiri dan Mahasiswa MMUI